Era globalisasi
telah mengantarkan kemajuan dan perkembangan suatu negara, namun bukan berarti
globalisasi terus selalu membawa dampak positif. Bahkan dewasa ini masyarakat
Indonesia seperti mengalami “kegoncangan” akibat masuknya budaya asing yang
mendominasi budaya lokal. Nilai-nilai yang menjadi bagian kehidupan
bermasyarakat Indonesia selama berabad-abad lamanya mengalami pergeseran.
Seperti penggunaan bahasa asing yang berlebihan di hampir semua desain papan billboard jalan, lebih senangnya
anak-anak usia dini memainkan game angry
bird ketimbang permainan tradisional seperti congklak, bahkan hingga
pemuda-pemudi penerus bangsa ikut merayakan euforia
gungnam style dari korea ketimbang
menari jaipong dll.
Kondisi tersebut
mendorong para desainer grafis sebagai insan kreatif untuk menyusun strategi
budaya agar dapat mengajak masyarakat dalam upaya menyeimbangkan kembali
goncangan budaya yang ada, melalui proses pemanfaatan unsur-unsur visual yang
disusun dalam sebuah bahasa visual sehingga berlangsung proses komunikasi
secara efektif. Untuk dapat menjaga dan memberikan kembali penghargaan kepada
jati diri kebudayaan nasional yang mulai hilang
Belajar dari
para desainer grafis pada zaman revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945,
dimana mereka membuat materi-materi desain propaganda diberbagai media guna
menggugah semangat rakyat Indonesia selama masa perang melawan penjajah
Belanda. Salah satunya poster “Boeng, Ajo Boeng!” yang digagas oleh Soedjono, kemudian
dirancang oleh Affandi dan diberikan judul oleh Chairil Anwar. Contoh
propaganda seperti ini pun masih terus berlangsung pada masa transisi Orde lama
ke Orde baru. Yang pada saat itu pemerintah orde baru mengembangkan sarana
propagandanya melalui penggunaan media yang umum digunakan dalam kegiatan sehari-hari
dan menarik perhatian seperti billboard pembangunan,
perangko, lembaran uang, dll. Saat itu Soeharto paham betul bahwa desain grafis
memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik.
Menurut Harold
D. Laswell dalam tulisannya Propaganda (1937)
mengatakan “Propaganda in broadest sense
is the technique of influencing human action by the manipulation of
representation” Propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan
manusia dengan memanipulasikan representasinya. Teknik tersebut yang kemudian
digunakan oleh para desainer dalam mempromosikan nilai budaya kepada masyarakat
luas. Melalui karya-karya desain yang merepresentasikan budaya Indonesia, para
desainer membentuk opini publik agar dapat lebih mencintai budayanya sendiri.
Mengusung budaya
posmodern desainer melakukan pendekatan kepada khalayak masyarakat dengan cara
menggugah kembali kesadaran tentang sejarah dan budaya yang dikemas sedemikian
rupa menjadi sebuah desain menarik secara estetika. Media yang digunakan pun
kebanyakan media yang sangat dekat dengan kita, salah satunya adalah kaos atau
baju. Baju sebagai kebutuhan primer masyarakat dinilai sangat ampuh sebagai
media propaganda, kebutuhan masyarakat untuk mengikuti trend fashion menjadi daya tarik, desain pada baju pun kini
memiliki nilai prestige tersendiri.
Strategi inilah yang belakangan mulai dilirik oleh kaum muda untuk dijadikan
sarana propaganda sekaligus komoditi.
Dijadikan sarana
komoditi atau tidak, haruslah kita mengapresiasi karya anak-anak bangsa yang
secara kreatif membuat suatu metode baru dalam upaya melestarikan budaya
bangsa.
SACHARI, Agus, (2007), budaya visual indonesia, penerbit erlangga, jakarta
ADITYAWAN S., Arief dan Tim litbang Concept, (2010), tinjauan desain grafis, PT.Concept media, jakarta
ADITYAWAN S., Arief dan Tim litbang Concept, (2010), tinjauan desain grafis, PT.Concept media, jakarta